Minggu, 17 Mei 2009

Langkah Baru!!!

Kaulah puisi

Puisi cinta

Maka biarkan aku berpuisi


Kaulah senandung

Senandung cinta

Maka biarkan aku bersenandung


Kaulah suara

Suara surga

Maka bawa aku bersamamu!


Tsaaaahhh….kesambet di mana, lu? Eit, kalo mo ngatain aku kesambet, kalian harus tau, yang nyambet aku bukan jin sembarang jin. Bukan setan sembarang setan. Bukan iblis sembarang iblis. Yang nyambet aku jin seniman, setan seniman, iblis seniman.


Bingung? Sama. Sebab setahuku, gak ada jin/setan/iblis ngadain pameran lukisan ato bikin konser tur keliling dunia-akhirat…


Yah, jadi gini, tadi malem tu aku ngamen2 gitu di kos Er, temen di Jong, bareng kak Wili & kak Ari. Mereka berdua ini (Wili&Ari) itu leluhurnya Basindo. Leluhurku! Kenapa disebut leluhur? Karena mereka udah mangkat dari kerajaan Basindo dan udah ngajar


Mereka inilah seniman2 senewen yang mulai memasuki hidupku yang baru menapak jalan baru (tsaaahhh! Kesambet lagi!). kalo gak ngerti, baca postingan sebelumnya. It’s a new beginning of my life!!!


Kenapa?


Ah, banyak tanya kali dikau ni. Jawabnya, karena


AKU MAU MENJADI SENEWEN!!!!


Eits, salah ding. Karena


AKU MAU MENJADI SENIMAN YANG SENEWEN!!!! (senewennya tetep… :p)


Yah, begitulah bunyinya. Intinya, aku menemukan lagi dua guru dalam mata kuliah Kehidupan. This is the university of life. Universitas Kehidupan (nyontek Andrea Hirata alias si Ikal). Sebelum kalian tanya kenapa, biar aku langsung kasih tau alasannya: karena aku ingin mempelajari lebih banyak tentang hidup ini. Hidupku, hidup orang lain, hidup dunia ini.


Pernah gak kalian merenung dan menyadari, ternyata tak banyak yang kalian tahu tentang diri sendiri? Gak tau mau ngapain, gak tau mau apa, gak tau yang kalian suka, gak tau jalan kalian ke mana, gak tau harus bertindak bagaimana? Bahkan, gak tau, siapa diri kalian sendiri?


Contoh sederhana, pasti banyak di antara kalian yang gak tau, bakat kalian sebenarnya apa. Jadi, gak jarang ada kasus, seseorang hanya jadi orang yang ala kadarnya. Asal hidup, bernapas, dan dikenali orang (meski cuma sebagai tetangga, bolehlah). Asal kalo jalan, kaki menyentuh tanah, berarti kalian manusia asli. Asal bisa makan, cukuplah.


Aku akui, dulu akupun begitu. Aku gak ngerasa “hidup”. Segala yang kulakukan hanyalah atas perintah atau berada di bawah kekuasaan orang lain. Orang tua, guru-guru, teman…. Aku gak pernah ngelakuin sesuatu atas dasar keinginanku sendiri. Kalaupun waktu SMA aku mulai “hidup”, tapi masih dalam “tabung bayi”. Masih ada yang membatasi gerakanku: orang tua dan guru.


Bapak takut aku kebablasan dengan kebebasanku. Takut salah pilih temen, takut salah masuk organisasi, takut aku gak bisa mengatur kegiatan, takut aku gak bisa membuat skala prioritas yang bener (bener=versi anak sekolahan, jadi prioritas pertama: sekolah), takut konsentrasi belajarku buyar gara-gara keasyikan ngelakuin sesuatu yang kusuka, tapi gak penting dan gak ada hubungannya dengan sekolah.


Guru-guru takut aku salah jalan. Takut aku salah pilih temen dan bikin onar yang akibatnya akan merembet ke nama baik sekolah. Sumpah, tersiksa banget dengan segala doktrin-doktrin kaku bin kuno yang harus kuturuti itu.

Lalu, aku bertemu dengan dosen kehidupanku yang pertama: Pak Wayan Artika. Beliaulah yang memberi dorongan untuk “berontak” dan keluar, bebas.


Dosen kedua: Pak Mursal alias Pak Jenggot, dosen fotografi di Jurusan Seni Rupa. Aku kenal Pak Jenggot sejak tugas jaga PP (Pertolongan Pertama) di POMDA. Trus, ketemu lagi waktu Dies sama kegiatan KSR: Pagodaku (aPA GOlongan DArahKU alias donor darah). Tidak ada pelajaran hebat yang beliau ajarkan, mengingat Pak Jenggot sibuk dengan kameranya, aku sibuk dengan tugas dan tanggung jawabku. Tapi, aku ingat satu kalimat sakti mandraguna yang pernah beliau ucapakan padaku: “Maju saja! Jangan pikirkan orang lain, anggap mereka tidak ada!”.


Kalimat yang sangat sederhana. Tapi, sekali lagi, sakti mandraguna. Lebih bertuah dari mantra-mantra dukun sakti manapun. Jelasnya, waktu itu aku lagi ngerjain tugas Peliputan dari Pak Artika. Aku kebagian tugas ngeliput upacara pembukaan Dies. Nah, kebayang gak tuh, pas pembukaan, yang membuka secara resmi adalah Rektor Undiksha. Orang pertama di Undiksha. Penguasa tertinggi di tampuk pemerintahan Undiksha. Diri ini merasa begitu kecil, kerdil. Malu!!


Tapi, kalimat sakti Pak Jenggot membangkitkan keberanianku. Dan setelah aku pikir-pikir lagi, kalimat itu tidak hanya dapat berlaku di situasi yang menimpaku saat itu. Tapi, bisa berguna di hari-hari lain, di saat lain, di kondisi lain. Seperti kalimat pembangkit semangat di kala putus asa. Merasa hampa dan hampir jatuh, atau bahkan sudah terperosok.


Jadi, kalau merasa tidak mampu atau ragu-ragu, maju saja!!! Jangan pikirkan orang lain, anggap mereka tidak ada!!!


Dosen ketiga adalah Mas Insan. Ia adalah kakak tingkat di jurusan, sekaligus tetua di Jong. Dialog menjelang malam antara aku, Ari pak Lurah, dan Mas Insan membuka mataku tentang arti mahasiswa. Bahwa mahasiswa harus begini dan begitu dan begini dan begitu. Jangan begini begini saja. Jangan begitu begitu saja.


Dosen keempat (dan kelima) adalah kak Wili dan kak Ari. Mereka itu, seperti sudah kusebut di atas, adalah leluhur-leluhur Basindo yang telah mendahuluiku. Mereka seniman, termasuk sastrawan (wati, tepatnya). Kak Ari, kata Er, pinter main ketipung alias kendang kempul, sama suling. Suaranya juga bagus, dan itu terbukti dari dua kali pertemuan kami. Kak Wili suaranya oke banget. Bisa main gitar pula. Dan sekarang, lagi belajar main biola, sama sepertiku. Yang oke nih, kak Wili sering bikin lagu! Huwaaaaa!!!! Mau dong seperti mereka…. ~_~

Lalu, apa hubungannya dengan puisi di atas?


Jawabnya, gak ada. Cuma tiba-tiba pengen nulis aja setelah denger lagunya Bondan&Fead2Black: Kaulah Puisi. Ditambah sedikit improvisasi. Hehehe….. sempet bikin sketsa juga sih. Sketsa jalan kos dari sudut pandang pagar kosku, sama kupu-kupu abstrak.


Kenapa disebut kupu-kupu abstrak? Karena mulanya aku cuma bikin lingker-lingkeran, trus lama-lama kok keliatan seperti kupu-kupu. Ya udah, dijadiin kupu-kupu aja sekalian. Namanya, “Kupu-Kupu Abstrak”. Hehehe….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar