Kamis, 17 Desember 2009

patah hati, inikah rasanya???

(Isi tulisan ini sebenarnya agak jauh dari patah hati, tapi ya...mirip-miriplah. Jadi, anggap saja sama.)

Sebenarnya, aku telah lelah bila tulisan-tulisanku hanya menggambarkan kesedihan dan kesuraman. Tapi, memang demikianlah isi hatiku. Terlebih beberapa bulan terakhir. Di matanya, aku ada, tapi tak bermakna. Tahu, apa yang terjadi kemudian? Aku hanya menjadi permainan. Mungkin bukan maksudnya mempermainkan, tapi toh kenyataannya ia tak menghargai perasaanku...

Jumat, 20 November 2009

Makemit

aku merasa berdosa sekali. ini minggu ke sekian sejak Pak Artika memberi tugas untuk membuat buku ajar. tapi, sampai sekarang sedikit pun tugas itu belum selesai kubuat. makanya, aku bertekad makemit (tidak tidur malam hari) agar tugas itu cepat selesai kubuat. ah, aku merasa berdosaaaa sekali....

Maafkan saya, Pak. ~_~

Today is....

hari ini, aku mengunjungi sebuah sekolah yang letaknya bagiku agak "tersembunyi". kukatakan demikian, karena letaknya memang tidak di pinggir jalan utama Singaraja, tapi masuk gang sekitar seratus meter.

aku ke sana untuk memenuhi janjiku pada kakak tingkatku, Kak Aries. aku telah berjanji untuk membantunya membimbing siswa sekolah itu saat ekskul jurnalistik, karena ia sendiri sekarang sibuk KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Galungan, sangat jauh dari Singaraja. jujur, sebenarnya aku tak siap, apalagi bila harus memberikan materi tentang jurnalistik, karena aku sendiri tak menguasai teorinya. aku hanya bisa prakteknya. tapi, ternyata aku cuma perlu membimbing mereka. tidak ada materi yang perlu kuberikan. tidak perlu sok pintar jadi guru. :p

siswa-siswa adalah mutiara-mutiara terselubung lumpur yang penuh semangat. namun, lumpur-lumpur yang menyelimuti mereka cukup tebal dan menghilangkan kemilau mereka. sekolah mereka bukan tipe sekolah yang suka memiliki murid yang kritis, apalagi gurunya. sebuah kondisi yang cukup tragis dan membuat hatiku trenyuh. bila kampus memiliki kondisi seperti sekolah itu, atau sekolahku dulu seperti sekolah itu, tentu aku akan murka setengah mati. dan kupastikan mading sekolahku dibredel sekolah karena tulisan-tulisanku.

dulu, saat aku masih SMA, aku pernah bentrok dengan OSIS karena tulisan-tulisanku. sampai-sampai kepala sekolah turun tangan, mengancamku untuk "memperhalus" bahasa tulisanku, atau kalau tidak mading akan dibredel (ketika itu kepsek jg "memperhalus" bahasanya dengan mengatakan, bahwa mading tidak akan diberi dana operasional lagi). ya, kubalas saja,"kalau mading mau dilarang terbit lagi, sekalian saja bubarkan ekskul mading, daripada membunuh nurani kewartawanan saya, daripada membohongi sekolah!"

tentu kepsek berpikir ulang, karena ia harus bertanggung jawab pada dinas pendidikan bila ekskul mading tidak ada di sekolah sekelas sekolahku yang cukup diperhitungkan di tingkat kabupaten.

nah, kondisi yang lebih mengenaskan ada di sekolah yang kukunjungi siang ini. anak-anak itu punya semangat yang sama denganku semasa SMA dulu. aku ingin membantu mereka mengembangkan potensi mereka. aku tahu rasanya berada di posisi mereka. sangat menyesali sekolahku setelah kuliah, karena aku menyadari, sekolahku tak memberi apa-apa. aku ingat betul, ketika hendak Ujian Nasional, aku dan teman2 sekelasku di jurusan Bahasa kebingungan sekaligus frustasi, sebab kami tak tahu hendak ke mana setelah lulus. bahkan, kami tidak yakin akan bisa lulus UN. kenapa kami bingung, itu karena kami menyadari kalau kami tak punya kemampuan apa-apa. tidak siap jika harus terjun langsung ke masyarakat, menjadi bagian dari masyarakat, bekerja. tapi, bila tak bekerja, kami harus kuliah. atau paling tidak semacam itu. tapi, mau kuliah apa?

kembali ke siswa-siswa yang kukunjungi tadi siang. aku tak ingin mereka bernasib sama.dibunuh kreativitasnya hanya untuk tunduk pada kekuasaan absurd yang jelas-jelas tidak memanusiakan mereka....

hm...bisa gak ya??? aku sangat berharap bisa membantu mereka....

Rabu, 18 November 2009

Jam 3 Pagi+makan mangga+ngopi+dingin+telat makan=maag akut pangkat dua

Gini, nih, kalo hidup sok sibuk. ceritanya, tadi pagi tuh kuliah Psikolinguistik jam 6 pagi, dilanjutkan dengan kuliah Metode Penelitian Bahasa. nah, kuliah metode ini mau ujian tengah semester. jadilah aku bangun jam 3 pagi buat belajar (niatnya sih gitu). tapi, berhubung mata masih sepet banget, akhirnya ya, masih bangun-bangun ayam gitu. merem-melek-merem-melek-molor lagi... :p


Untungnya, itu gak berlangsung lama. sambil rebahan, akhirnya aku maksain diri buat belajar. cuma baca-baca modul aja sih. trus, mata sepet lagi! bahaya!! bahaya!!! siaga satu!!!!! (entah di mana tiba-tiba muncul tanda bahaya ini)

Akhirnya, untuk menghilangkan kantuk, aku berinisiatif untuk makan sesuatu yang rasanya agak keras. Nah, berhubung yang ada di kos cuma dua buah mangga, kusikat aja tuh mangga. yang satu udah mateng, yang satu lagi setengah mateng. nah, pasti ada asem-asemnya tuh. dasar dodol dan tidak beradab, itu mangga asem kumakan deh...nyam...nyam...nyam...

habis makan yang asem-asem, mataku langsung terang berbinar-binar. belajar jadi enteng. tapi, lama-lama mataku tambah redup juga. maklum, boneka bantalku yang berbentuk anjing gepeng (namanya Cho-cho) itu emang pewe banget dipake. empuk-empuk gimanaaaaa gitu...

Sebagai mahasiswa aneh yang berbudi luhur, rajin belajar, tidak suka bolos (bohong), dan tidak pernah telat (bohong besar lagi!), aku berniat baik untuk............... nongkrong di warung kopi!!!

dengan sendal jepit ngembat punya mantan kakakku, celana pendek untuk olahraga yang pendek banget, plus jaket, dengan bekal dompet dan modul kuliah, aku berangkat dengan langkah jumawa dan penuh wibawa, ke ..... warung kopi.

mbak2 yang jual di kedai itu ngeliatin seolah-olah tumben ngeliat anak ayam keluyuran pagi buta gitu. tapi, tetep aja dia ngelayanin dengan baik, nyuguhin kopi pesenanku. jadilah aku nongkrong di warung kopi sambil belajar. kopinya mantep banget! mata langsung terbelalak lebar-lebar. gila, dunia ternyata seterang ini!!! (sambil melotot seolah baru sembuh dari kebutaan)

tapi, semua itu perlu dibayar mahal. tensi yang turun karena kurang tidur, stress mikirin ujian, mangga yang masuk perut pada jam yang salah, plus kopi yang emang musuh besar bagi penderita maag, bikin perutku senut-senut bak ditonjok Mike Tyson. ooooohhhhh......!!!!!!

sensasinya gimanaaaa........ gitu....

Belahan Jiwa, apa kabarmu?

Ya, ingin sekali aku bertanya: Belahan jiwa, apa kabarmu? sedang di mana? ingatkah padaku?

Akhir-akhir ini banyak hal yang mengingatkanku pada seseorang/dua orang yang benar-benar menjadi belahan jiwaku. Tiba-tiba saja ingatan itu terlempar kembali, terpampang di hadapanku, seperti slide film yang berputar, berkilas-balik pada masa lalu yang telah menjadi catatan. Hanya sekadar catatan, bahwa itu pernah terjadi dalam hidupku.

Ia/mereka pernah berarti. Demikian berarti, hingga tinta catatan itu tak pernah luntur dimakan rayap-rayap waktu. Catatan itu masih di sana, di sudut hati. Sesekali menggoda agar kubuka kembali, mengajakku hanyut pada kenangan, pada nostalgia. Mengajakku kembali menangis bahagia dan tertawa sedih sekaligus....

Kenapa masih kau kenang bila hanya akan menyakitimu? Itu pertanyaan klise yang tak pernah bosan ditanyakan oleh teman-teman dekatku.

Bagaimana mungkin kulupakan? Sekali lagi, ia/mereka pernah demikian berarti, meski tak ada sedikit pun arti diriku baginya/mereka.

Aku ingin bertemu lagi, tapi keraguan menyelipkan tanya, apa yang akan terjadi andai kami bertemu lagi?

Dan tanya hanya menjadi tanya: Belahan Jiwa, apa kabarmu?

Rabu, 11 November 2009

Curhat

Bulan Oktober kemarin adalah bulan yang sibuk, kalo “sangat sibuk” terasa terlalu lebay. Ada banyak beban, yang rasanya gak bisa ditanggung, tapi tidak ada tempat untuk berbagi. Capek, lelah, marah, frustasi, kesal, numpuk jadi satu, sampe bikin uring-uringan tiap hari. Depresi tiap detik mengancam keabnormalanku hingga nyaris menjadi “normal”. Di detik-detik genting yang menentukan, tiba-tiba ingin berbalik, menjadi seperti orang lain yang tak punya beban, tapi tak punya ilmu. Tiba-tiba ingin kabur dari semua tanggung jawab, bersikap seolah semua kesalahan bukan urusanku. Tiba-tiba ingin melepas semua itu di luar kendaliku, merasa aku akan bebas dan bisa hidup tenang setelah melakukannya.

Nyatanya, aku berusaha mati-matian bertahan. Benar-benar mati-matian, karena depresi yang memuncak ini membuatku nyaris ingin bunuh diri. Ini pertama kalinya niatku ingin mati muncul lagi setelah depresi yang kualami terakhir kali pada masa SMA dulu yang kelam.

Banyak yang mendukungku, tapi tak benar-benar membantu. Hanya bicara, bicara, dan bicara. Hanya bisa bicara harus ini-itu, tapi tak punya bukti konkret seperti apa sih yang harus kulakukan itu. Aku harus begini, begitu, tapi begitu kutanya: “Contohnya seperti apa sih?”, jawaban yang kudapat hanya: “Yah, kembangkan dengan kreasimu sendiri?”

Hello?????

Aku tahu, dia tak pernah melakukan yang kulakukan itu. Itu membuatku sangsi pada kemampuannya. Kutahu dia hebat, tapi sekarang di mataku ia tak sehebat dulu lagi. Aku melihat cacat yang menganga besar. Bukannya aku ingin dia tampak sempurna, tapi kalau mau nuntut ini-itu, bahasa kasarnya, ngaca dulu, dong…

Dan bulan ini pun sibuk. Sibuk menyibukkanku pada ambisi dan harapan… Menyibukkanku dalam tanya: “Apa aku mampu? Apa aku akan bisa?”

Sabtu, 26 September 2009

Catatan Pinggir (1)

Aku mulai membenci diri ketika hidup harus berlalu seperti hari-hari yang telah lalu. Seakan hidup memang seperti itu dan harus selalu begitu: ke kampus, mengikuti perkuliahan, terkantuk-kantuk di dalam kelas, lalu pulang dengan kepala yang sama kosongnya dengan sebelum masuk kelas. Di kos, membaca buku-buku usang yang jelas sudah tak menarik lagi, sudah hapal isinya karena terlalu sering dibaca (inilah krisis diri pada mahasiswa: tak punya banyak buku yang bermutu). Bila sudah mual dan ingin muntah karena buku itu, paling hanya bisa meraih gitar di belakang pintu kamar, memetiknya asal, tak sadar satu senarnya putus karena pikiran telah melayang ke padang pasir yang luas di belahan bumi yang lain: membayangkan kuda-kuda di dalam istal yang meringkik dan mendepak-depak ganas. Ketika istal dibuka, mereka berlarian dalam dengus yang panas. Angin mengibaskan surai-surai mereka. Cantik dan gagah. Pada akhirnya, aku harus menghela napas kecewa, karena aku bukanlah kuda-kuda itu. Aku tak dapat berlari dan meringkik untuk bebas…

Bila perut meronta, hanya perlu beranjak semeter jauhnya, meraih teko pemanas air, lalu memasak mie instant dan segelas cappuccino sachet, menyantapnya tak bergairah, tak bersyukur, kemudian bersiap untuk mulas bersama diare dan maag akut.

Aku butuh hidup baru! Hari-hari yang baru. Yang berbeda tiap detiknya. Tak hanya berkutat dengan yang sudah kucicip kemarin, dan kemarinnya lagi, dan kemarinnya lagi. Aku ingin jalan baru yang mampu menawanku dalam pesona dan takjub jiwa muda.

Aku ingin hidup yang tak biasa. Yang tak mampu kutebak awal dan akhirnya. Yang membuatku selalu terlonjak. Lalu kusadari, hidup “normal” yang kuinginkan itu tak akan pernah kualami, bila tak kumulai sendiri. Jadi, kuawali dengan catatan ini, kutulis dalam pengapnya kamar mandi kosku, di tengah bebauan manusiawi dan dengik hidung tersumbat ingus...

Singaraja, 26 September 2009

Senin, 07 September 2009

Kebenaran Itu...

Bagi kalian, kebenaran itu adalah apa yang terkecap di pangkal lidah kalian, hingga kalian tak tahan karena getirnya, lalu meludahkannya di atas tanah kering. Buih ludah itu melahirkan lumpur kecokelatan dari perkawinan ludah dan debu...




Bagiku, kebenaran adalah yang terkecap di ujung lidahku. Kuumbar pada dunia, menyemburkan ludah pada wajah-wajah kalian hingga basah...

Selasa, 30 Juni 2009

Akhirnya Lynn Nulis Lagi!!!

Iya, akhirnya aku nulis lagi, setelah (kira-kira) hampir sebulan “absen” karena kesibukan yang sebenernya nggak ngerepotin amat, cuma akunya aja yang sok penting dan sok sibuk. Hehehe….


Well, mulai dari mana yak?


Yang jelas, beberapa minggu yang lalu, aku sempet ikut workshop animasi puisi gitu. Namanya Bengkel Sastra. Yang ngajar Valent. Waktu ngikutin kegiatan itu, ada banyak yang pengen aku ceritain, tapi udah lupa. Hehehe….


Yang jelas, acaranya bagus. Jarang banget tuh, kita dapet kesempatan belajar sesuatu yang berbau sastra dan teknologi sekaligus kayak Bengkel Sastra ini. Cuman, aku rada nyesel juga sih. Perkaranya, selama ikut Bengkel Sastra itu, pesertanya dibagi jadi beberapa kelompok untuk bikin proyek animasi gitu. Tapi, editing video sama audionya dikerjain Valent di Jakarta. Padahal, aku pengen banget tau caranya (meski pada akhirnya di kasih tau juga sih). Jadi, rasanya koq greget mbikin proyeknya itu kurang terasa. Serasa bukan bikinan sendiri.


Tapi, apa mau dikata. Akhirnya, kita mesti relain hasil capture konsep kita itu dibawa Valent ke Jakarta. Katanya sih, dalam 2 minggu selesai, trus dikirim ke Bali dan dibagikan ke peserta sekaligus piagamnya. Tapi, sampe sekarang (yang jelas, udah lebih dari dua minggu) belom ada kiriman juga. Yah, Valent masih sibuk kali (sibuk ngangenin si Ibe yang tiap saat disumpahin: “Sumpah, gue sayang banget sama dia!”). Hehehe…


Selain Bengkel Sastra, bulan ini aku ikut kegiatan Apresiasi Sastra Fakultas Bahasa dan Seni dalam Rangka Mengenang I Ketut Suwidja (sastrawan Bali). Sempet keder juga sih. Soalnya, tiba-tiba disuruh mentasin musikalisasi puisi gitu, padahal waktu yang aku punya cuma lima hari. Mauku, musikalisasi yang dipentasin itu adalah lagu dari puisi Pak Tut Suwidja satu, sama puisi Pak Umbu satu. Pak Umbu inilah yang memprakarsai Apresiasi Sastra ini. Tapi, yang jadi cuma lagu dari puisi Pak Tut Suwidja. Aku sama temen-temen di jurusan Basindo (ngewakilin FBS) mementaskan musikalisasi puisi dari puisinya Pak Tut Suwidja (Di Sini di Tengah-tengah Peralihan) sama puisinya Kak Willy (Rahasia).


Malam sebelum pentas, tiba-tiba Pak Astika nanyain, “Ini nama kelompoknya apa, nih?”


Awalnya, sama sekali nggak kepikiran untuk membentuk kelompok tertentu dan punya nama. Kita mikirnya cuma tampil sebagai perwakilan dari fakultas. Hanya saja, perwakilan fakultas yang ditunjuk adalah anak-anak Basindo. Langsung deh, aku inget sama anganku yang kepengen ngebentuk komunitas sastra bernama Cemara Angin. Dan lahirlah Komunitas Sastra Cemara Angin yang anggotanya adalah anak-anak Basindo! Peristiwa bersejarah ini terjadi tanggal 15 Juni 2009, hanya berselang satu hari dari hari pementasan pertama kali.


Pendiri Cemara Angin ini ada delapan orang: Aku, Rio (ketipung), Mangut (melody), Ayu Sukma (vokalis), Denok (Rhytm), Yohanes (backing vocal), Juniartawan sama Dewa Suyadnya (efek suara). Sayang, kami nggak sempet foto bareng secara resmi. Cuma ada foto-foto pas latihan aja. Itupun dikit. kalo mau liat, liat di FBq, alamatnya cardcaptor_buster@yahoo.co.id.


Kenapa namanya Cemara Angin? Nah, kalian perlu mbaca novel Laskar Pelangi tuh. Di situ diceritain tentang bapaknya si Lintang yang dijuluki Pria Cemara Angin. Pria satu ini adalah satu jenis ayah yang sangat langka. Jarang-jarang ada orang tua di Belitong jaman si Ikal masih semprit, memperjuangkan pendidikan anaknya demikian rupa. Akhirnya, demi sebuah cita-cita, Lintang harus bolak-balik ke sekolah sejauh 80 km naik sepeda tua, melewati sarang buaya, dalam keadaan serba kurang. Tapi, itu tak melunturkan semangat juangnya demi pendidikan.


Itulah yang ingin aku tanamkan dalam jiwa setiap anggota Komsas Cemara Angin: semangat juang dan rasa untuk ingin terus belajar sebanyak mungkin. Cieeeehhhh….


Yah, pokoknya, Pria Cemara Angin itu salah satu tokoh figuran yang kukagumi dalam novel Laskar Pelangi. Namanya itu pula yang sangat unik. Sangat “membumi”. “Indonesia banget”. Kelak, aku punya anak, kunamai Cemara Angin. Tapi, anak cowok pertamaku akan kuberi nama Ki Barak di depan namanya, seperti nama Raja Buleleng yang pertama: Ki Barak Panji Sakti.


Lho? Kok ngomongin anak yang belum lahir? Ok. Kembali ke jalan yang benar….


Yang membuatku sangaaaaaaaaaaatttt gembira, Pak Umbu bilang nama Cemara Angin itu bagus! Kata Pak Gede Artawan (sastrawan juga, kalo gak salah dosen pula di kampus), kalau Pak Umbu bilang bagus, berarti memang bagus banget! Alasannya, karena kata “Cemara Angin” itu sendiri, juga karena inisialnya mirip Chairil Anwar: CA.


Oh, ya. Sudahkah kukatakan, betapa beruntungnya aku, dapat bertemu seorang Umbu Landu Paranggi?


Kenapa?


Susah dijelaskan jawabnya. Coba saja cari sendiri di search engine Google dengan keysearch “Umbu Landu Paranggi”. Kalian akan diberi data tentangnya, dan kalian akan tahu kenapa aku beruntung dapat bertemu Pak Umbu.


Mengenai musikalisasi puisi Komsas Cemara Angin, sebenarnya aku sempet rekam videonya. Tapi, temenku (ketua HMJ Basindo) rada dodol ngerekamnya, jadi gak bagus. Yang bagus, cuma rekaman waktu latian di kelas. Aku masih belajar untuk bisa “nempelin” rekamannya di sini (itupun nanti, setelah Komsas Cemang udah rekaman dan punya hak cipta).


Yup, kami punya rencana buat rekaman album gitu. Saat ini, kegiatan Komsas Cemang memang baru musikalisasi puisi. Rencananya, nanti mau ajak adik-adik mahasiswa baru di Basindo untuk bergabung. Aku pengen “membangunkan” anak2 Basindo yang selama ini “tidur”. Aku ingin membangkitkan semangat mereka untuk berkarya, jangan hanya kuliah lalu pulang saja.


Yah, semoga saja bisa segera terwujud.


Well, itu yang udah terjadi pada hidupku yang membuatku ngerasa “sok penting” dan jadi “sok sibuk”, sampai2 gak upload kabar baru karena merasa gak punya waktu (sombong amat!). Lalu, yang akan terjadi pada hidupku nanti:


  1. Jumat 3 Juli nanti, aku mau ikut lomba jurnalistik di Serangan, Denpasar sekaligus kemah jurnalistiknya, sampai Sabtu, 4 Juli,
  2. Dari sekarang sampe awal Juli (tanggalnya gak pasti), nyelesein tugas Peliputan yang rasanya sampe mau bikin aku modar gak ketulungan, karena aku sama temen2 meliput buruh cengkeh. Otomatis, harus ikut naik-turun gunung cengkeh di Ambengan. Seru sih, tapi capek. Capek sih, tapi seru!!! (ah, gimana, sih?!)
  3. Tanggal 12 Juli, kakak sepupuku, Mas Indra yang memble tapi gak kece ntu bakalan resmi menikahi Mbak Riesna (yang sampe sekarang gak aku ngerti, kenapa mau aja dinikahi sama Mas. Hei, kita bicara tentang cinta, coy…). Akad nikahnya diselenggarakan pada tanggal itu,
  4. Dari pertengahan Juli sampe Agustus, persiapan dan pelaksanaan OKK (Orientasi Kehidupan Kampus alias Ospek), Ratam (Ramah-Tamah) Jurusan sama Pengajian Mahasiswa Muslim Al-Hikmah (PMM Al-Hikmah). Seperti biasa, aku selalu di bagian sie PP (Pertolongan Pertama), kecuali di Ratam Jurusan, aku berkhianat, jadi sie keamanan. Hohoho…


Yap, kayaknya “laporan pertanggungjawaban”-ku saat ini cukup segini aja deh. Ntar, keburu bosen mbacanya. Ntar, kalo ada waktu (dan uang), aku post lagi…hehehe….


Oya, post berikut adalah berita yang aku buat, berkaitan dengan Apresiasi Sastra FBS dan Komsas Cemara Angin. Agak jelek. Mungkin jelek banget malah. Habis, bikinnya dikejar deadline dan dikejar omelan kakakku yang mau pake laptop. He….

Kamis, 11 Juni 2009

gak da judul

suatu kehormatan dipercaya menggubah puisi Pak Umbu menjadi lagu. buat dipentaskan besok sama tanggal 16 nanti, pas mengenang Pak Tut Suwidja...
ayo Ulin, semangat!!!!

Rabu, 27 Mei 2009

poyok lagi...

Poyok neh… gak bisa banyak cerita. Gara-gara dikepung asap rokok pas ngumpul sama Valent, Kak Riri, Er, dan seterusnya, dan seterusnya (yang sebagian besar jago ngebulin asap rokok), sesek napasku kambuh. Sampe kemaren, sebenernya udah sembuh, tapi pulang kuliah kambuh lagi. Seharian gak bisa ke mana-mana yang berimbas gak bisa beli makan.


Akhirnya, seharian puasa deh. Gak makan. Tambah lemes aje jadinya. Temen2 gak ada yang bisa dimintain tolong, kakakku lagi gak ada, anak2 kos lagi ngibrit semua entah pada ke mana. Untung (sekaligus sayang banget), sorenya aku ditemukan Mas Ansas telah terkapar di lantai kamar, beralaskan kasur tipis (pintu kamar ketutup, jadi gak ada yang tau aku sakit). Ya udah, deh. Sore kemaren, aku bikin kos gempar. Kebetulan, sore2 anak2 kos udah pada ngumpul semua.


Gara-gara seharian gak makan (ditambah malem sebelumnya juga gak makan), aku sempet muntah gitu. Kayaknya maagku kambuh deh. Ngerinya, ada darahnya gitu (dikit). Serem sih. Tapi gak berani bilang sapa2 (takut diboyong ke RS)…


Sesorean kemarin, Mas Ansas jadi nungguin aku, pake beliin makan malam lagi. Makanya, sekarang aku udah rada baikan. Meski kadang seseknya terasa mau kambuh lagi…


Duuuuhhh…. ~_~

Jumat, 22 Mei 2009

Poyok...Poyok...

Hancur badanku hari ini.


Kenapa? Begini ceritanya:


Dua hari yang lalu nginep di rumahnya kak Wili. Maunya sih, latian sambil ngumpulin lagu. Jadi, kalo ntar mau latian lagi, ya langsung latian musikalisasinya. Habis, selama ini tiap ngumpul malah karaokean gitu… asik sih asik, tapi kalo keseringan gini kan kerjanya jadi lambat. Makanya, aku ngajakin arek-arek ngumpul buat ngumpulin lagu, biar ditulis dalam satu buku, trus ntar bisa dipelajari sendiri-sendiri.


Buntut-buntunya, sampe di rumahnya kak Wili, aku malah dapet job nyetem gitarnya. Ceritanya dia mau ganti senar klasiknya jadi senar akustik gitu. Sampe jam dua belas malam nyetem-nyetem gak beres-beres juga, karena gitar kak Wili itu gitar klasik, jadi gak cocok pake senar akustik.makanya, gak bisa2 aku nyetemnya. Stress deh…!!!


Akhirnya, kami gak jadi latian malem. Malah ketiduran semua!!! Hehehe…. Mulanya, kak Ari yang ketiduran duluan. Trus, aku nyusul. Terakhir kak Wili yang tepar. Yang gak asyik sih, karena aku jatuh dari tempat tidur. Ngglundung gitu aja, nindih kak Wili yang bobo di bawah…


Hehe…rasain lu…sebelumnya, aku udah sempet bilang, gak mau bobo di atas (dengan ekspresi masih ngantuk berats & ngigo-ngigo gak jelas). Tapi tetep ajah mereka bopong aku ke atas kasur. Jadi deh tengah malem aku glundung…hihihi…


Besok paginya baru kami latian. Tapi, ya latian amburadul. Kak Ari maen suling, trus ganti maen gitar asal genjreng (karena belum bisa), trus kak Wili nyanyi-nyanyi, trus maen biola… aku cuma ngeliatin sambil terkadang ikut2an nyanyi. Trus, belajar maen biola dari kak Wili.


Sempet balik ke kos juga sih, karena ada temen mau nyari ke kos. Sekalian ajah, pas balik dari kos aku bawa biola kakak sepupuku yang udah aku sita.. jadilah kami maen biola berdua..


Finally, aku bisa!!!! Hore….!!!! Tapi, baru lagunya Gita Gutawa (Tak Perlu Keliling Dunia) sama Letto (Di Ruang Rindu)….tinggal dimantepin aja nih…


Tapi, gara-gara keasyikan maen biola sampe sore gak kenal waktu, pundak jadi sakit banget & merah gara-gara njepit biola berjam-jam. Sampai pagi ini pundakku masih bengkak dan nyut-nyutan gitu… tapi gak pa-pa. yang penting hepi… :p

Rabu, 20 Mei 2009

woro-woro

ini cuma pengumuman doang, ada yang tau g, cara ngerekam video to audio doang, dengan modal cuma laptop berwebcam?

aku perlu banget buat ngerekam lagu untuk musikalisasi puisi, jadi biar bisa dipelajari sama kak wili, gak perlu nunggu bisa ketemu, baru nyanyi. begitu juga sebaliknya, kak wili bisa ngerekam lagu buatannya, trus aku copy biar bisa didenger kapan aja...

tolong bantu dung....

Minggu, 17 Mei 2009

Langkah Baru!!!

Kaulah puisi

Puisi cinta

Maka biarkan aku berpuisi


Kaulah senandung

Senandung cinta

Maka biarkan aku bersenandung


Kaulah suara

Suara surga

Maka bawa aku bersamamu!


Tsaaaahhh….kesambet di mana, lu? Eit, kalo mo ngatain aku kesambet, kalian harus tau, yang nyambet aku bukan jin sembarang jin. Bukan setan sembarang setan. Bukan iblis sembarang iblis. Yang nyambet aku jin seniman, setan seniman, iblis seniman.


Bingung? Sama. Sebab setahuku, gak ada jin/setan/iblis ngadain pameran lukisan ato bikin konser tur keliling dunia-akhirat…


Yah, jadi gini, tadi malem tu aku ngamen2 gitu di kos Er, temen di Jong, bareng kak Wili & kak Ari. Mereka berdua ini (Wili&Ari) itu leluhurnya Basindo. Leluhurku! Kenapa disebut leluhur? Karena mereka udah mangkat dari kerajaan Basindo dan udah ngajar


Mereka inilah seniman2 senewen yang mulai memasuki hidupku yang baru menapak jalan baru (tsaaahhh! Kesambet lagi!). kalo gak ngerti, baca postingan sebelumnya. It’s a new beginning of my life!!!


Kenapa?


Ah, banyak tanya kali dikau ni. Jawabnya, karena


AKU MAU MENJADI SENEWEN!!!!


Eits, salah ding. Karena


AKU MAU MENJADI SENIMAN YANG SENEWEN!!!! (senewennya tetep… :p)


Yah, begitulah bunyinya. Intinya, aku menemukan lagi dua guru dalam mata kuliah Kehidupan. This is the university of life. Universitas Kehidupan (nyontek Andrea Hirata alias si Ikal). Sebelum kalian tanya kenapa, biar aku langsung kasih tau alasannya: karena aku ingin mempelajari lebih banyak tentang hidup ini. Hidupku, hidup orang lain, hidup dunia ini.


Pernah gak kalian merenung dan menyadari, ternyata tak banyak yang kalian tahu tentang diri sendiri? Gak tau mau ngapain, gak tau mau apa, gak tau yang kalian suka, gak tau jalan kalian ke mana, gak tau harus bertindak bagaimana? Bahkan, gak tau, siapa diri kalian sendiri?


Contoh sederhana, pasti banyak di antara kalian yang gak tau, bakat kalian sebenarnya apa. Jadi, gak jarang ada kasus, seseorang hanya jadi orang yang ala kadarnya. Asal hidup, bernapas, dan dikenali orang (meski cuma sebagai tetangga, bolehlah). Asal kalo jalan, kaki menyentuh tanah, berarti kalian manusia asli. Asal bisa makan, cukuplah.


Aku akui, dulu akupun begitu. Aku gak ngerasa “hidup”. Segala yang kulakukan hanyalah atas perintah atau berada di bawah kekuasaan orang lain. Orang tua, guru-guru, teman…. Aku gak pernah ngelakuin sesuatu atas dasar keinginanku sendiri. Kalaupun waktu SMA aku mulai “hidup”, tapi masih dalam “tabung bayi”. Masih ada yang membatasi gerakanku: orang tua dan guru.


Bapak takut aku kebablasan dengan kebebasanku. Takut salah pilih temen, takut salah masuk organisasi, takut aku gak bisa mengatur kegiatan, takut aku gak bisa membuat skala prioritas yang bener (bener=versi anak sekolahan, jadi prioritas pertama: sekolah), takut konsentrasi belajarku buyar gara-gara keasyikan ngelakuin sesuatu yang kusuka, tapi gak penting dan gak ada hubungannya dengan sekolah.


Guru-guru takut aku salah jalan. Takut aku salah pilih temen dan bikin onar yang akibatnya akan merembet ke nama baik sekolah. Sumpah, tersiksa banget dengan segala doktrin-doktrin kaku bin kuno yang harus kuturuti itu.

Lalu, aku bertemu dengan dosen kehidupanku yang pertama: Pak Wayan Artika. Beliaulah yang memberi dorongan untuk “berontak” dan keluar, bebas.


Dosen kedua: Pak Mursal alias Pak Jenggot, dosen fotografi di Jurusan Seni Rupa. Aku kenal Pak Jenggot sejak tugas jaga PP (Pertolongan Pertama) di POMDA. Trus, ketemu lagi waktu Dies sama kegiatan KSR: Pagodaku (aPA GOlongan DArahKU alias donor darah). Tidak ada pelajaran hebat yang beliau ajarkan, mengingat Pak Jenggot sibuk dengan kameranya, aku sibuk dengan tugas dan tanggung jawabku. Tapi, aku ingat satu kalimat sakti mandraguna yang pernah beliau ucapakan padaku: “Maju saja! Jangan pikirkan orang lain, anggap mereka tidak ada!”.


Kalimat yang sangat sederhana. Tapi, sekali lagi, sakti mandraguna. Lebih bertuah dari mantra-mantra dukun sakti manapun. Jelasnya, waktu itu aku lagi ngerjain tugas Peliputan dari Pak Artika. Aku kebagian tugas ngeliput upacara pembukaan Dies. Nah, kebayang gak tuh, pas pembukaan, yang membuka secara resmi adalah Rektor Undiksha. Orang pertama di Undiksha. Penguasa tertinggi di tampuk pemerintahan Undiksha. Diri ini merasa begitu kecil, kerdil. Malu!!


Tapi, kalimat sakti Pak Jenggot membangkitkan keberanianku. Dan setelah aku pikir-pikir lagi, kalimat itu tidak hanya dapat berlaku di situasi yang menimpaku saat itu. Tapi, bisa berguna di hari-hari lain, di saat lain, di kondisi lain. Seperti kalimat pembangkit semangat di kala putus asa. Merasa hampa dan hampir jatuh, atau bahkan sudah terperosok.


Jadi, kalau merasa tidak mampu atau ragu-ragu, maju saja!!! Jangan pikirkan orang lain, anggap mereka tidak ada!!!


Dosen ketiga adalah Mas Insan. Ia adalah kakak tingkat di jurusan, sekaligus tetua di Jong. Dialog menjelang malam antara aku, Ari pak Lurah, dan Mas Insan membuka mataku tentang arti mahasiswa. Bahwa mahasiswa harus begini dan begitu dan begini dan begitu. Jangan begini begini saja. Jangan begitu begitu saja.


Dosen keempat (dan kelima) adalah kak Wili dan kak Ari. Mereka itu, seperti sudah kusebut di atas, adalah leluhur-leluhur Basindo yang telah mendahuluiku. Mereka seniman, termasuk sastrawan (wati, tepatnya). Kak Ari, kata Er, pinter main ketipung alias kendang kempul, sama suling. Suaranya juga bagus, dan itu terbukti dari dua kali pertemuan kami. Kak Wili suaranya oke banget. Bisa main gitar pula. Dan sekarang, lagi belajar main biola, sama sepertiku. Yang oke nih, kak Wili sering bikin lagu! Huwaaaaa!!!! Mau dong seperti mereka…. ~_~

Lalu, apa hubungannya dengan puisi di atas?


Jawabnya, gak ada. Cuma tiba-tiba pengen nulis aja setelah denger lagunya Bondan&Fead2Black: Kaulah Puisi. Ditambah sedikit improvisasi. Hehehe….. sempet bikin sketsa juga sih. Sketsa jalan kos dari sudut pandang pagar kosku, sama kupu-kupu abstrak.


Kenapa disebut kupu-kupu abstrak? Karena mulanya aku cuma bikin lingker-lingkeran, trus lama-lama kok keliatan seperti kupu-kupu. Ya udah, dijadiin kupu-kupu aja sekalian. Namanya, “Kupu-Kupu Abstrak”. Hehehe….

Kamis, 14 Mei 2009

A New Beginning of My Life...

Belakangan hari ini aku ngerasa girang banget. Bahagia tak alang kepalang. Langkah ringan, hati riang, senyum terkembang… kenapa hayo???

Bukan kenapa2, sebenernya. Di posting sebelumnya, aku sempet cerita tentang Jong Java kan? Nah, belakangan ini juga, aku lagi semangat banget bikin kelompok sastra. Semangat membara, hati menggebu-gebu, berkobar-kobar…pokoknya, lagi getol2nya deh. Cuma, mau nyari orang yang mau gabung, kok kayaknya susye banget. Mau cari di antara temen2 sekelas, gak ada yang tertarik sama yang begituan (sepengamatanku). Mereka selalu sibuk mikirin IP biar bisa lulus cumlaude (tulisannya gitu yak?), selesai kuliah dalam waktu kurang dari 4 tahun, meski sudah ada aturan baru: mahasiswa baru boleh mengajukan skripsi kalau sudah semester 7. jadi, mana ada waktu buat segala tetek bengek sastra yang gak bisa meningkatkan IP mereka?

Mau cari anak2 band yang terlantar, agak susah juga. Koneksi kurang luas. Nah, pas banget aku dah gabung di Jong. Jadi, aku SMS pak Lurah, si Ari, ngajakin anak2 Jong bikin musikalisasi puisi. Ntar, kalo ada kegiatan apa gitu di kampus, kita bisa nyumbang penampilan, bawa nama Jong. Biar Jong tambah beken gitu. Pas diskusi di Pendopo, ternyata ada Mas Insan. Jadilah aku diskusi sama Mas Insan dan Pak Lurah. Kata Mas Insan, kalo mau nampilin musikalisasi puisi pas MGS PBSID (Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah) alias Basindo (MGS Basindo itu bulan Oktober, dalam rangka peringatan Bulan Bahasa dan hari Chairil Anwar yang dijadikan satu), bakalan gak bagus. Karena akan ada aja yang nampilin musikalisasi puisi, mengingat, kami memang anak2 bahasa, adi larinya pasti ke sana. sebenarnya, rencana awalku gak Cuma mau tampil pas MGS aja. Soalnya, waktu makan2 sabtu kemaren, aku sempet denger, PMM (Pengajian Mahasiswa Muslim) Al-Hikmah mau ngadain baksos. Mengingat anak2 Jong juga ikut di Al=Hikmah, maunya acara itu digabung. Istilahnya duet alias featuring alias nebeng alias melok gitu.

Dari musikalisasi, pembicaraan beralih ke masalah kampus. Kami membicarakan mahasiswa Basindo yang menurutku (juga Mas Insan) gak ada yang interest sama sastra. Padahal, jurusan kami itu kan gak cuma kependidikan. Tapi, tetep aja, hampir semua mahasiswa angkatanku dan adik2 tingkatku fokusnya sama IP. Nilai. Selain gak interest sama sastra, mereka juga gak interest sama masalah sosial masyarakat jaman sekarang. Gak kritis. Bahkan, sama masalah kampus aja, pada cuek bebek.

Mau jadi apa ntar? Kalo cuma jadi guru yang bisa ngajar ala kadarnya, semua orang juga bisa. Tapi, dunia pendidikan, apalagi jaman sekarang, gak butuh guru seperti itu! Indonesia butuh guru yang cerdas, gak cuma pinter! Indonesia butuh guru yang kritis, peduli, berwawasan luas. Indonesia gak butuh guru yang cuma bisa memberi ilmu, tapi bisa menunjukkan dan membimbing siswa biar mau dan bisa mendalami ilmu pengetahuan.

Tapi, coba liat mahasiswa sekarang, khususnya di Undiksha. Rata2 gak lebih dari mahasiswa kupu-kupu. Kuliah-pulang. Kuliah-pulang. Akhir minggu, pulang kampung. Habis. Kalaupun ada yang aktif di HMJ, senat, BEM atau pun MPM, paling2 cuma nebeng nama doing. Gak bener2 bekerja, berpikir, punya andil dalam setiap kegiatan, karena memang keanggotaan mereka berasal dari “asas kedekatan”. Kalo kenal sama senior di organisasi itu, ya periode kepengurusan berikutnya, bisa masuk. Padahal, kalau ikut rapat, cuma nyumbang suara “setuju!”, “pas!” atau “sah!”. Setelah itu, gak ada suara lain. Paling hanya segelintir orang aja yang sumbangsih pemikiran. Selebihnya, sibuk utak-atik hape, SMS pacar.

Yang cewek cuma mikirin dandan, baju, cowok (pacar). Yang cowok cuma mikir cewek, motor baru, dan budget buat malam mingguan. Ironis. Bikin aku meringis. Kadang hampir nangis. Karena aku menyadari, aku bukan bagian dari mereka. aku gak seperti mereka, namun harus hidup dengan caraku sendiri, sementara jalan hidupku, jalan pikiranku berbeda dengan yang “lumrah” itu.

Aku menyadari, aku mulai dijauhi, mulai dibenci. Pada akhirnya, aku harus memilih, hidup terhina karena jalan pikiranku sendiri, atau dihormati karena “tunduk” dan “patuh” pada kelaziman-kelaziman yang absurd itu dan membiarkan kebebasanku diperkosa oleh diriku sendiri. Mulanya, aku ingin menyerah. Aku mulai putus asa. Tapi, sebuah film yang dibintangi si cakep Nicholas Saputra membuatku tercambuk malu: GIE.

Kisah hidup mahasiswa UI yang mati muda itu mencambukku dengan rasa malu. Kenapa? Tontonlah filmnya. Bacalah kisah hidupnya. Ia hidup terasing, dibenci karena pemikiran-pemikirannya. “Kelaziman” yang absurd menggugah perasaannya untuk mengubah keadaan. Ia membeberkan kebenaran, meski itu membuatnya dimusuhi banyak orang. Aku belum sampai pada taraf itu, tapi telah memutuskan untuk menyerah.

Waktu semester 1 atau 2 (lupa tepatnya kapan, karena sudah cukup lama), aku ikut PDJ (Pelatihan Dasar Jurnalistik) untuk menjadi anggota pers mahasiswa di Undiksha, VISI. Ternyata, ada 1 ketentuan dalam VISI yang gak bisa kulakukan. Aku ingat, salah satu senior di VISI bilang, “Ingat, kita tidak boleh menjelek-jelekkan lembaga (kampus)”. Ingin menangis aku dibuatnya. Kebebasan pers di sini telah diperkosa. Tapi, aku mencoba melawan. Akibatnya, hasil liputan yang sudah susah payah kubuat ditolak. Tidak ikut diterbitkan, karena isinya secara implicit seperti memojokkan lembaga/kampus, dan bahasanya cukup pedas. Aku mundur. Aku keluar dari tempat prostitusi pers tersebut, karena aku tidak ingin memperkosa kebebasanku sendiri dalam memberitakan kebenaran. (Bila ada anggota VISI membaca ini, aku mohon maaf bila kata2ku menyinggung perasaan. Tapi, jalan kita memang tidak sama…)

Keluar dari VISI, tidak ada tempat untukku beraspirasi. Aku masuk KSR-PMI karena memang ingin di sana. aku menyibukkan diri dnegan kegiatan sosial. Salah satu dari tujuh prinsip dasar kepalangmerahan adalah kenetralan. Di PMI, aku bisa bersikap demikian. Tapi, di luar PMI, aku tidak bisa bersikap netral begitu saja, sementara kebobrokan2 terjadi di mana2, bahkan di depan mataku.

Sayang. Sekali lagi, sayang. Tidak ada tempat untukku yang sudah semakin gelisah. Jiwa “macan”ku sudah ingin “menerkam” habis semua kebobrokan2 itu. Aku sudah muak dengan kondisi ini!

Aku belum melangkah, tapi sudah hendak menyerah. Sampai kemudian, semangat Gie membakar tekadku. Aku harus maju! Dan semangat itu semakin dikobarkan oleh Mas Insan, terutama Pak Lurah. Pak Lurah mengajak aku menghadiri acara yang akan diselenggarakan oleh Gerakan Mahasiswa Demokrasi (mudah2an namanya bener) di Pendopo Jong Java hari Sabtu nanti, sebagai langkah awalku menjadi “macan”.

Aku seperti menemukan “rumah” untukku di saat aku telah lelah mencari… rupanya, Pak Lurah selama ini sering mengikuti pergerakanku. Dan dari perbincangan ringan kami malam itu, dia merasa aku cocok untuk diajak bergabung.

Kini, bila aku dihadapkan pada pilihan untuk patuh pada keabsurdan atau bebas namun terasing, aku akan memilih yang kedua! Karena aku sudah tidak takut lagi akan terasing. Aku telah menemukan rumahku….

Bagi pembaca, khususnya mahasiswa yang tertarik untuk hadir, silakan datang ke Pendopo di Jalan Angsoka (nomernya lupa, lagi2), di sebelah lapangan tennis, atau tinggali komen di bawah, dilengkapi no hape, biar bisa kuhubungi… ^_^

Trus, tadi ketemu anak2 Jong di Tamkot (Taman Kota) pas ada pameran dan lukis bersama di sana. Penyelenggaranya anak2 Seni Rupa (Gamasera=Gabungan Mahasiswa Seni Rupa). Nah, banyak anak2 Seru (Seni Rupa) yang tergabung di Jong. Jadi ketemu deh tadi. Sambil berteduh di belakang kain besar buat lukis bersama, kami ngobrol2. trus, Er, si tomboy eh bukan2, si cewek rasa cewek, ngajakin aku mbentuk kelompok musikalisasi puisi gitu. Pucuk dicinta ulam pun tiba!!!!

Kesampean juga mimpiku mbikin kelompok musikalisasi puisi. Sekarang, kami masih bergerilya nyari anggota dan pemain musik. Rencananya, ntar malem aku rapat (tsah!) sama Er di pondokannya yang ternyata sebelahan sama kosku…hehehe….

judul gak penting

Ini postingan yang mo q post dari dua hari yang lalu, cuma baru sekarang sempet post. Hehehe

hah, akhirnya selesai juga ujian Penyuntingan. gila. soalnya gak kebayang semua... (gara-gara gak belajar sih, tepatnya)

reviewnya gini,

1. Jelaskan dengan singkat bagaimana sejarah munculnya penyuntingan di Indonesia. (gak kejawab, bahkan sampe dosennya bilang kalo waktu ujian udah habis!!!)
2. Keberadaan majalah ilmiah dalam suatu sekolah atau dalam suatu lembaga pendidikan sangat penting artinya. Berikan tiga alasan mengapa demikian? (ngarang indah!!)
3. Pada garis besarnya, ada tiga hal pokok yang perlu disunting dalam suatu naskah, khususnya yang berupa naskah ilmiah. Sebutkan dan jelaskan ketiga hal pokok tersebut. (sama kasusnya dengan nomer 2, ngarang2 wae!!)
4. Jelaskan perbedaan antara naskah anak-anak dan naskah orang dewasa dari segi isi dan bahasa. (yang ini bisa dikit2... :p)

yah, gini deh jadinya kalo jadi mahasiswa suka ngarang. ujian pun dijawab dengan ngarang...hehehe...

tapi, sebelum ujian, sempet ada kasus khusus nih. menyangkut si mpok dakobrot alias lumba-lumba alias widi. ceritanya, si bu menwa alias dewi mengeluh gak bisa tidur. tadi jam tiga pagi baru bobo. udah dua hari kayak gini, jadinya kemaren ngantuk bangets.

aku: haha...kamu baru dua hari, wi. aku pernah dua minggu bobonya jam 2 ato jam 3 pagi!!dua minggu!!! bayangin tuh...
dewi: (kijep2 ngantuk. aku ngerti banget, itu mata pasti perih banget)
widi: eh, waktu ini aku sempet baca di buku, katanya orang insomania (sekali lagi, insomania, bukan insomnia) itu karena stress di bawah alam sadar kita... (gayanya menggebu-gebu)
fika:???insomania???insomnia kaleee....
aku: iye...sok tau lu ah...
widi: oh iya!! insom...som...nia....
fika: wah, berarti papi dua minggu insomnia gara2 chan2 kali. makanya, jangan mikirin chan2 mulu...
aku: hah??? (gak nyambung.belum konek antara insomnia dengan chan2 tercinta)
dewi: hah??trus, wi stress karena apa dunk???

tapi, pembicaraan kami kemudian bukan tentang penyebab si dewi kena insomnia parah, tapi sibuk membenahi mulut si dakobrot yang nggak bener2 ngucapin insomnia. dari insomania, jadi insominia...halah....

akhirnya, mami fika memberikan jalan keluar.

Mami fika: gini loh, Di. Penyakit susah tidur ntu, namanya insomnia. Trus, org yang suka gak bisa tidur kayak si papi nih (maksudnya aku), namanya insomania.

Widi: trus, insominia?

Mami fika: (mikir….)

Aku: ah, insominia itu, insomnia level rendah. Baru stadium satu lah… (girang, ngerasa pinter…)

Habis ujian, sempet ke puskom buat onlen bentar, trus rapat di UKM. Nah, pas rapat itu, sebel sendiri. Habis, ketupatnya (ketua panitia) gak asyik. Masak rapat di UKM yg sempit gitu, padahal yang dateng rapat banyak. Mbok ya dipindah gitu tempat rapatnya kek. Kan bisa tuh di halaman depan BEM. Jamanku masih baru ikut KSR, kalo rapat, trus tempatnya mulai gak cukup, biasanya kami pindah ke halaman depan BEM atau ruang sidang di sebelah UKM. Atau ke ruang kuliah Fisika, mengingat sore2 ruangannya gak kepake. Atau, seperti belakangan ini, di belakang UKM, di pelataran parkir puskom.

Karena gak dapet tempat di dalem ruangan, jadilah aku, mami fika, kak teguh, sama Asmara Wijaya alias Mang ‘De alias Komang ngegembel di serambi UKM. Biar gak boring, aku pinjem gitarnya anak2 mapala, trus ngamen deh di sana. Sempet diomelin kak rauh sih…hihihih….

Malemnya, aku nonton MGS Dies Undiksha di gedung Gde Manik. Pertamanya, mau tugas jaga PP (Pertolongan Pertama). Tapi, berhubung mami fika nggak sabaran nunggu, ya udh, aku gak jadi ngambil rompi KSR di UKM. Dari kos (habis makan) aku langsung ke GM, nonton…

Ngomong2, MGS Dies kali ini adalah peringatan setahun Serangan Fajar Kentut Bau ala Ulin. Makanya, tadi waktu makan sengaja aku rebus telor biar serangan fajar tahun ini mantep. sayang, keinginan bejatku itu gak terkabul. Biarpun di dorong sekuat tenaga, itu gas beracun yang disinyalir bisa memusnahkan peradaban manusia hingga 100 abad, gak keluar2 juga. Huhuhuh….

MGS baru lese jam setengah satu dini hari. Gila!! Itupun masih ada band terakhir yang mau tampil. Pertamanya sih, pengen langsung pulang. Tapi, ternyata band yang mau tampil itu vokalisnya kak To’enk, anak seni rupa yang ancurrr abis…. Waktu itu kak to’enk pake baju hitam gak berlengan, robek di bagian ketiak, gambarnya simbol superman gitu. Aku langsung teriak2 heboh: “To’enk supermaaaannn!!!! To’enk supermaaannnn!!!!”

Jadilah mereka jejingkrakan di atas panggung, ditemenin beberapa penonton yang tersisa (yang tentunya sama ancurnya dengan band yang namanya Potlot itu). Beberapa panitia juga ikut jejingkrakan di sebelahku.

Cuma, ending acaranya jadi gak bagus gitu. Hampir terjadi gontok2an antara Potlot cs VS panitia. Awalnya, gak ada masalah antara mereka. Tapi, tiba-tiba beberapa panitia ada yang beres2in kursi yang tadinya buat rektor, pembantu rektor, dekan, dan dosen2. trus, tau2 mati lampu. Ada sekitar 2 ato 3 menit kemudian, lampu baru hidup. Mau gak mau, Potlot cs turun panggung, meski lagi asyik2nya ngeband. Trus, pas mereka lewat deket aku duduk, aku denger ada yang gak terima dengan kejadian itu.

Ada yang curiga, perkara mati lampu itu memang disengaja, karena Potlot gak mau berenti ngeband. Di sisi lain, gitaris Potlot gak terima karena panitia tiba2 beresin kursi pas mereka lagi tampil, padahal niat mereka tulus mau menghibur panitia dan sisa-sisa penonton yang masih bertahan. Sementara, panitia gak ada yang mau konfirmasi ato klarifikasi masalah itu. Setelah udah agak lama baru ada yang mau nyamperin dan ngajak ngomong. Itupun setelah berlalu satu jam dan Potlot gak pulang2 juga, melainkan nungguin di depan gedung.

Peristiwa itu sempet bikin suasana tegang dan ada panitia yang jatuh pingsan karena stress mikirin hal itu. Berhubung aku gak terlibat, ya asyik2 aja nonton. Hehehe….sambil nguping2 dikit karena relevan banget buat dijadikan berita di kuliah Peliputan.

Pada akhirnya, toh mereka bubar juga setelah diberi penjelasan, bahwa mati lampu tadi karena tegangan listrik melemah (banyak yang gak percaya dengan pernyataan ini! Sebagian besar orang menganggap itu sebagai sabotase!), dan perkara beres2 kursi, panitia minta maaf kalo itu menyinggung perasaan.

Well, bahas lama2 bosen deh. Yang jelas, kemudian berita itu menyebar pelan2, tapi cukup dasyat untuk bikin heboh. Soalnya, di kampusku yang kayak gitu2 jarang diekspos….

Sabtu, 09 Mei 2009

Dies Natalis Jong Java=Curhat Masal

Jong Java? apaan tuh?

jangan nanya2 ajah. dengerin nih ceritaq...

Jong Java itu kumpulan anak2 Jawa yg terdampar di pulau Bali ini. jadi, biar ada rasa keakraban, gak cuma saling sapa pas ketemu doang, pendiri pertama sepakat buat ngebentuk nih organisasi tahun 2005.

jadi, aq sm tmen2 tu generasi keempat ato kelima. nah, malem minggu kemarin, pas lagi Ultahnya Jong. Dies Natalisx. pertamanya sih, aq g taw klo mw ada acara makan2. lha wong pak Lurah (ketua Jong) SMS, bilangnya ada rapat HUT Jong, y gak mikir k sana.

ternyata oh ternyata, begitu sampe di pendopo (mabes Jong), aku di suruh masuk, tp bukan di ruang tamu, tapi terus masuk mpe ke dalem....ke dapur!!!

"ayo...ayo...masuk ae...terus sampe mentok ke dhapur. bhantuin masak, yo! hehehe..."

sableng!

jadilah aku bareng cewek2 laen pada masak, entah apa gak jelas juntrungannya. yang pasti, kami masak ayam goreng bumbu gak jelas gitu..saking gak jelasnya, karena bingung mw pake resep apa, mengingat kami berasal dari latar dapur yang berbeda-beda, mbah wira sampe nelpon emaknya, nanya resep ayam goreng!!

yah, pada akhirnya jadi juga tuh ayam goreng, meski awalnya koki2 dadakan nan amatir ini ragu, kayak apa rasanya ntar...

tapi, setelah kuliat-liat lagi, ini kayaknya nasinya jadi lauk deh. banyakan ikannya. bayangin ajah, dari jam 4 sore sampe jam 7 malem kami masak, hasilnya adalah 1 baskom nasi sama 1 magicom (nasinya masih di magicom, g dikeluarin), 1,5 kg ayam goreng bumbu gak jelas, tahu tempe goreng, dua plastik besar sosis goreng, sambel, timun sama kol buat lalapan.. yah, emang sih, perut yg cewek masih kalah sama perut yang cowok...

sblm makan, pak lurah sempet ngajakin kenalan ulang, mengingat ada senior alias alumni pas waktu itu, dan ada juga yg baru join, contohnya aku..jadi, semua harus memperkenalkan diri.

perkenalan dimulai dari mas yoyok, trus giliran ke kiri sampe mentok..habis...

elyas: yah, mungkin semuanya udah tau siapa saya...
denta, gendon, wira, insan: lha? sopo??? (pura-pura gak kenal)

trus, lanjut ke yang lain, dan sampailah ke k insan yg ternyata ngomongnya sama2 persis dgn elyas...

insan: yah, g perlu dhikenalin lah ya...semua sudhah padha kenal kok...
elyas: wah, ngopi tuh ngopi. ndak kreatif!!!
yang laen: walah, sopo meneh iki? ghak kenal...ghak kenal...

yang jelas, sesi perkenalan itu riuh dengan gaya perkenalan masing-masing orang yang atraktif, kreatif, meski beberapa anak yang sebenarnya udah terkenal gak tau malu, eh pas memperkenalkan diri keliatan malu2 gitu...

trus, setelah perkenalan, lanjut ke sesi curhat massal. tapi, sebenarnya yg curhat cuma pak Lurah doang,kita2 dengerin aja. ceritanya, pak lurah curhat soal anggota Jong yang dikit banget mau dateng kalo diajak ngumpul2 gini, padahal mahasiswa Jawa di Undiksha terbilang banyak.

Gendon: bhahkan, menurut dhata dhari dhepartemen anu, jhumlah mahasiswa Jhawa sampe dhua ratusan mas yoyok...

ironis juga dengernya. mahasiswa jawa di undiksha, kalo ada yang mau nyensus nih, pasti banyak. tapi, kok kayaknya yang kami tau cuma yang itu2 ajah. trus, yg lain pada ke mana????

padahal, kalo mau ngumpul2 gini nih, apalagi pas tanggal tua, enak banget. bisa makan enak nikmat dengan modal ceban doang, kayak sekarang...

ngomong2 nih, ntar malem mau ada Malam Gelar Seni Dies Natalis Undiksha (bukan diesnya Jong loh)..malem peringatan setahun Serangan Fajar...

Serangan Fajar itu, serangan gas beracun yang kulempar pas tugas jaga di malam Dies tahun lalu. ceritanya, waktu itu anak2 KSR dapet tugas untuk jaga sapa tau ada penonton yang sakit ato apalah. kayaknya sih formalitas doang.

nah, pas jaga di tengah2 penonton, di tribun tengah gedung kesenian Gde Manik, tiba2 perut mules nih. mulesnya itu mules banget. nah, berhubung mau keluar gedung gak bisa karena ini gedung udah full dengan penonton, ya udah gas beracun yang udah mau nonjok ini di lepas ajah..

ssssshhhhhtttt......


BLAAAAAAAARRRRRRR.............!!!!!!!!!!


dateng2 gak kedengaran suaranya, tapi mambune rek...muantep tenaaaaaaaaaaannnnn.......
aku inget, waktu tugas jaga dulu itu, aku ditemenin mami fika sama mpok dakobrot alias lumba-lumba alias widi. kasian banget mereka, udah baek2 nemenin, eh di kasih serangan fajar...

well, karang gak bisa nulis banyak2 nih. kudu cepet2 ke kampus, mau ujian...
C.U

Selasa, 05 Mei 2009

Museum Sidik Jari

(Sebuah Catatan Perjalanan)

Matahari baru naik menguapkan embun di pucuk-pucuk daun dan kelopak yang tengah berseri. Sinarnya menerobos lembut hingga ke antara teratai di permukaan kolam kecil.

Kembang-kembang cantik berayun manja di tangkai lemahnya, meneteskan sisa embun tadi malam. Beberapa embun jatuh membasahi sebongkah batu. Sebongkah batu yang bukan sembarang batu.

Batu itu berbentuk lempengan, di permukaannya diukir sebuah puisi yang indah lengkap dengan tanggalnya, berbingkai batu-batu kecil. Diukir pula untaian bunga-bunga yang indah. Batu seperti itu tak hanya ada 1. Tak kurang dari sepuluh “prasasti puisi” tersebar di mana-mana. Siapa gerangan seniman luar biasa di balik “prasasti-prasasti puisi” itu?

Baru terlintas pertanyaan demikian, seorang pria sepuh muncul di antara bebungaan dengan senyum ramah. Ia mengajak masuk ke sebuah ruangan di sebelah kanan. Di situ terdapat beberapa lukisan sketsa yang dibingkai menjadi satu dan diberi label “Karya Saat SMP”. Di sebelahnya ada beberapa lukisan cat air yang juga dibingkai menjadi satu dengan label “Karya Saat SMA”. Di sebelahnya lagi, tersebar menutupi keempat dinding ruangan, ada lukisan-lukisan lain, dengan bahan lukis yang lain. Cat air, crayon.

Rupa-rupanya, itu adalah hasil karya pria sepuh yang menyapa tadi. Ia tak lain adalah pelukis ternama, Gusti Ngurah Gede Pamecutan, dan tempat yang kami kunjungi itu tak lain adalah rumah, galeri, sekaligus museum pribadinya. Di sanalah ia memajang seluruh hasil karyanya.

GN. Gd. Pamecutan memang seniman yang luar biasa. Mungkin, tak satu sastrawan atau seniman pun yang berpikir tentang mengukir puisi di atas lempengan batu besar layaknya sebuah prasasti. Di mana lagi ada seorang seniman yang berpuisi, melukis, sekaligus mengukir karya-karyanya?

Ibaratnya pendekar, GN. Gd. Pamecutan adalah seorang pendekar “sakti”. Tapi, “kesaktiannya” bukan terletak pada kesempurnaan visual yang ditampilkan lukisannya. Bukan pula terletak pada ide-ide “brilian” untuk “memprasastikan” puisi-puisinya. “Kesaktian”-nya yang utama terletak pada teknik melukisnya. Itulah “jurus andalan”-nya.

Jika dilihat sepintas, lukisannya tidak menggambarkan objek secara sempurna. Pada pandangan mata orang awam, banyak dijumpai warna atau goresan yang terasa “mengganggu”. Tapi, sesungguhnya itulah “kesaktian” lukisan GN. Gd. Pamecutan.

Tidak ada goresan-goresan kuas yang mendetail. Tidak ada garis-garis lengkung yang indah. Tidak ada padu-padan warna yang harmonis. Yang ada adalah ribuan titik besar yang berasal dari jemari tangannya sendiri.

Finger print, alias sidik jari. Itulah “jurus pamungkas” GN. Gd. Pamecutan dalam melukis. Sebuah jurus yang tak seorang pun bisa selain si pendekar itu sendiri. Berawal dari sebuah ”human error” ketika melukis, GN. Gd. Pamecutan berusaha “mempermak” sebuah lukisannya yang sempat “cacat” ketika dalam proses pembuatan. Ia memperbaikinya sembarangan dengan tangan. Ternyata, hasilnya cukup unik dan membuatnya tertarik. Akhirnya, ia lumuri lukisan setengah jadi itu dengan totolan-totolan warna dari jari tangannya. Hasilnya adalah sebuah lukisan maha karya yang kemudian membuatnya memiliki ciri khas tersendiri dalam dunia seni lukis.

Lukisan-lukisan itu kemudian ia simpan di sebuah ruangan yang dibagi menjadi tiga bilik yang berperan sebagai galeri sekaligus museumnya. Bilik pertama memajang karya-karya di awal ia berkarir sebagai pelukis. Teknik yang digunakan pada lukisan yang dipajang di sini adalah teknik konvensional. Ada yang menggunakan tinta cina, cat air, cat minyak, dan crayon, serta alat-alat yang dulu pernah ia gunakan untuk melukis, seperti bulu ayam, tinta cina, kuas, dan sebagainya. Bilik kedua dan ketiga memajang lukisan yang telah menggunakan teknik sidik jari. Juga beberapa karyanya yang lain yang berupa ukiran-ukiran, lukisan pada botol bekas, cindera mata yang bisa dipasang-bongkar, serta alat-alat musik tradisional. Alat-alat musik ini hanya untuk pajangan saja, karena ia tidak bisa memainkannya, hanya senang mendengar.

Museum sidik jari ini, selain sebagai rumah dan galeri milik GN. Gd. Pamecutan, juga dibuka sebagai tempat anak-anak kursus melukis, kursus gamelan, dan kursus menari tari Bali. Di satu tempat terpisah, agak menjorok ke belakang, ada sebuah ruangan terbuka yang mirip aula kecil, tempat anak-anak kursus melukis atau kursus gamelan, sekaligus galeri bagi lukisan-lukisan yang telah diselesaikan murid-murid yang ikut kursus tersebut.

Ada satu papan khusus yang memajang hasil karya cucu dari pelukis ini ketika masih duduk di bangku TK. Rupa-rupanya, meski darah seniman tak mengalir pada kedua anaknya, cucu dari anak perempuan GN. Gd. Pamecutan ini mewarisi darah seniman kakeknya. Satu papan yang lain memajang karya-karya murid-murid yang kursus. Karya-karya yang dipajang di papan ini menggunakan teknik sidik jari. Sementara, papan-papan yang lain memajang lukisan-lukisan berbahan cat air dan crayon.

Di sebuah teras, di sebelah galeri lukisan, terdapat beberapa kursi dan sebuah meja kayu dengan ukiran, serta sebuah pohon yang nampaknya hanya dipotong dari pokoknya, lalu langsung diukir. Pamecutan mengakui, itu juga hasil karyanya sendirinya. Hanya saja, untuk masalah ukir-mengukir kayu, bukan ia sendiri yang melakukan. Ia hanya membuat sketsa ukirannya, lalu menyerahkannya pada tukang ukir yang ahli.

Tepat di depan teras itu, ada sebuah bale tempat Pamecutan menciptakan karya-karyanya. Ia mengakui, sekarang sedang mendalami lukisan tentang wanita Bali. Oleh sebab itu, pada saat kami berkunjung ke sana, bale tersebut dipenuhi beberapa lukisan wanita berkebaya. Beberapa di antaranya sudah jadi, bahkan telah ada yang dibingkai dan diberi kaca. Satu karyanya masih dalam proses pengerjaan. Pamecutan membuatnya dengan bahan crayon, katanya sedang ingin menggunakan crayon. Lukisan itu belum jadi, karena ia sedang belajar menggambar kebaya brokat. Awalnya, ia merasa sulit membuatnya. Ternyata, setelah digores-gores, membuat motif brokat dirasa cukup mudah.

Sesungguhnya awal karir Pamecutan sebagai pelukis tidaklah mudah. Menjadi bagian dari keluarga bangsawan Puri Pamecutan membuatnya tercerai dari bakat yang mengaliri darahnya. Apalagi, pada masa kecilnya, seniman dianggap aneh dan dijauhi masyarakat. Masyarakat pada masa itu memandang seniman sebagai makhluk aneh karena penampilannya yang “tak biasa”. Ini bisa dimaklumi mengingat cara hidup seniman memang bikin “senewen”: jarang mandi; rambut panjang gembrong, jarang dikeramasi, apalagi disisiri; makan-tidur-mandi seenak hati; bahkan, sering dipandang sebagai orang yang tidak peduli pada lingkungan sekitarnya, asyik dengan “dunianya” sendiri. Padahal kenyataannya, justru senimanlah yang memiliki kepekaan tinggi terhadap lingkungan sekitarnya, jauh melebihi orang lain.

Untuk memuaskan hasratnya melukis, tak jarang Pamecutan kecil mengurung diri di kamar dan belajar melukis secara sembunyi-sembunyi. Ia mengakui, pengetahuannya tentang lukisan didapatnya secara otodidak. Semua ia pelajari sendiri. Semua teknik ia coba sendiri, sampai akhirnya ia menemukan tekniknya sendiri yang tidak bisa ditiru orang lain, Teknik Sidik Jari.

Setelah beranjak dewasa, ia memutuskan untuk meninggalkan puri. Alasannya, selain susah mendapat ketenangan mengingat itu adalah tempat keluarga besar bangsawan Pamecutan, ia ingin bebas menyalurkan bakat melukisnya. Hasil penjualan lukisannya ia gunakan untuk membangun museum ini. Ia berharap, dengan adanya museum ini, kelak ketika ia sudah tidak ada (meninggal), masih ada yang akan bercerita tentang dirinya, bahwa ia pernah hidup di sini, mengisi dunia. Lukisan-lukisan itulah yang akan bercerita tentang dirinya.

Telah banyak orang yang mencoba melukis dengan teknik sidik jari ini dari sang “Master”. Namun, tidak ada yang berhasil. Sebagian besar karena mereka kurang ulet dan sabar dalam menyelesaikan lukisannya. Sebagian lagi karena “feeling”-nya kurang kuat, sehingga sulit memvisualkan objek yang ingin dilukis ke dalam lukisan teknik finger print. Bahkan, seorang bule Belanda angkat tangan setelah beberapa bulan belajar dari Pamecutan, tetapi tak kunjung menguasai teknik ini. Sambil tertawa Pamecutan mengatakan, bule ini kurang sabar. Ia (Pamecutan) sendiri memerlukan waktu bertahun-tahun mendalami teknik sidik jari sampai kemudian mengerti betul teknik ini.

Satu hal lain yang menjadi daya tarik Museum Sidik Jari ini, selain merupakan rumah, galeri, sekaligus museum, tempat ini begitu asri. Penuh dengan berbagai jenis bunga. Wanginya yang lembut menyebar ke mana-mana. Selama ini kita mengunjungi museum, kesan yang kita dapatkan biasanya menyiratkan bahwa museum itu ruangan yang besar, dingin, berpilar-pilar angkuh seakan berkata: “Ini museum, Nak! Tempatnya benda-benda bersejarah, bahkan dari jaman sebelum kakek-nenek buyutmu lahir! Jadi, jangan nakal, ya. Karena benda-benda di sini adalah benda-benda pusaka. Benda-benda keramat. Benda-benda yang lebih mahal dari nyawamu!”. Kesan seperti itu tidak akan kita dapatkan di sini, di Museum Sidik Jari. Kita seperti mengunjungi rumah seorang kenalan lama, di sambut ramah, diajak berkeliling melihat seisi rumah dan didongengi kisah-kisah setiap senti bangunannya. Di mana lagi kita bisa mengunjungi museum dengan guide si pelukis itu sendiri?

pengalaman pertama

Hayo…jangan ngeres dulu….
Ini tuh, cerita kemaren waktu iseng chatting gitu. Berhubung aku rada katrok, you weiz, percakapan yang terjadi msh ndeso gt. Mulanya, aku mo chatting ama cewk, mw ku godain gitu, pura2nye jd cowok. Eh, pas udah send message pertama, keliatan namaku Uliana Dewi. Ya udah deh, gak jadi…
Di bawah ini adalah percakapanku dgn org pertama yg q ajak ngomong di chat room.

Uliana Dewi: hai shera...
shera9345: aiii jg

Uliana Dewi: kmu asli surabaya tha?
shera9345: mboten,,,
shera9345: asli madiun
Uliana Dewi: owh..jauh dunk...
Uliana Dewi: jauh rumahku...
shera9345: mank rumah km mn/
Uliana Dewi: di bali....
shera9345: oooooo
shera9345: dmnanya?
Uliana Dewi: singaraja
shera9345: ooooooo,,,

shera9345: km skul pa ker/
Uliana Dewi: kuliah...U?
shera9345: skul
shera9345: kul dmn?
Uliana Dewi: Undiksha.skul d mn?kls brp?
shera9345: MAN2MADIUN,,,Klas 1
shera9345: sma
Uliana Dewi: lg libur tha?
shera9345: yupz

shera9345: km smester brapa?
Uliana Dewi: smstr4,jur. Sastra Indonesia...
shera9345: ooo
shera9345: iya
shera9345: iya
shera9345: km tau toko selancar g?
shera9345: tu di bali,,
Uliana Dewi: klo di singaraja, gak ada. lo di kuta ato sanur, pst ada...
Uliana Dewi: doyan selancar tha?
shera9345: bukan selancar di pantai mas,,
shera9345: tpi,,TOKO

shera9345: SELANCAR
Uliana Dewi: ooohhh...yang di jual di situ apaan?
shera9345: g tuu,,,toko gede
shera9345: oo
shera9345: yodah
shera9345: lo km g tau
Uliana Dewi: pernah ke singaraja tha?
shera9345: blum pernah,,,,,
Uliana Dewi: gubrak...!!!
shera9345: pnay Fs ga'?

Uliana Dewi: px..tp lbh enak pk FC... (salah ketik, mownya ketik FB, Facebook alias Wajah Buku)
shera9345: apa alamtnya Fs km/
shera9345: Q g pnya Fc
Uliana Dewi: gmn crx nulis almt FS? mboten ngartos...nmq d FS Lynn (klo g slh...) FCx Uliana Dewi
shera9345: bukan alamtmu apa????
Uliana Dewi: email? yea_yea.whatever@yahoo.co.id


Setelah itu, gak ada balesan chat. Gak tau kenapa. Mungkin tuh anak udah digulung banjir bandang. Madiun demen banjir tha????

Trus, ada anak yg mw coba2 join jg. Hasilnya, percakapan seperti di bawah ini:

annes_xxx@rocketmail.com: hi
Uliana Dewi: hi jg...
annes_xxx@rocketmail.com: ce/co?
Uliana Dewi: hermaprodit...


Setelah aku bales begitu, dia gak ada kabar lagi…. :p

Trus, percakapan di bawah ini dengan ank yg jg minta join:

chalink.slankers: haiiiiiiiiiiiiiiii
Uliana Dewi: hai jg...

chalink.slankers: asl plz

Uliana Dewi: waduh...tumben pk YM nie. kagak ngerti...artix pa'an?

chalink.slankers: kmu dmana skarang????????

Uliana Dewi: warnet...hehehe....

chalink.slankers: asal kmu dmana?????

Uliana Dewi: bali...

chalink.slankers: you f or m?????????

BUZZ!!!
(what the hell is happen aye naon? Kagak ngarti lah pokoke…)
Uliana Dewi: lha? kan namax dah pk dewi...f lah...
Uliana Dewi: eh, g ding...aq hermaprodit...

chalink.slankers: i like

chalink.slankers: kmu kul pa dah kerja????

Uliana Dewi: kuliah..

chalink.slankers: kul dmana????????

Uliana Dewi: d Undiksha

chalink.slankers: your
came???????
Uliana Dewi: what's that mean?

chalink.slankers: u1

Uliana Dewi: pa lagi tuh? gak ngerti kode YM ni..tumben chating...

chalink.slankers: ada cam kmu gak???????

Uliana Dewi: kagak ada...warnet di sini katrok...


Terbukti, orang katrok, gak ada yg mau…makanya ampe krg g laku2 dpt pcr… ~_~

Nah, kalo sama yang di bawah ini, nih, lancar….

cah_iq: ciyang Receiving IMVironment from cah_iq... (kagak ngarti dah apa nyang di omongin...)
cah_iq: leh ikutan gabung ngklza?
Uliana Dewi: ayo ajah...

cah_iq: sal mn?

Uliana Dewi: bali..aslinya sie jatim..

cah_iq: yang bner?

cah_iq: cam nya dong ????

Uliana Dewi: apaan cam?

cah_iq: vidio

cah_iq: kamu yang biza d lihatin ke aqu

cah_iq: katrok bngt to?

Uliana Dewi: ooohhh...kagak ade...

cah_iq: pick

Uliana Dewi: gmn crx naroh?

cah_iq: tanya am operator warnet nya???

Uliana Dewi: operatornya pedit...kagak ngarti juga...

cah_iq: suruh pulang aj?

Uliana Dewi: udah..udah pulang dia...

cah_iq: truz yang jga cyap

cah_iq: hayo ngk zah bhng?

Uliana Dewi: bosx...

Uliana Dewi: g bhng koq...

cah_iq: mn ad warnet yang jga
pulang????
Uliana Dewi: iye..bener...kan kmu srh plg.y, aq srh dy plg.bosx yg jagain..

cah_iq: ah terserah kmu ah
Uliana Dewi: hehehe....kena deh...

cah_iq: ngk lucu ah?

Uliana Dewi: ngambek yah???

cah_iq: tau ah?
Uliana Dewi: iiiihhh....ngambek nih...

Uliana Dewi: ngambek2, ntar cakepnya ilang loh...
cah_iq: byarin

Uliana Dewi: tuh, kan...cakepnya ilang...

cah_iq: ni tak lihatin cam qu

cah_iq: dtrima za


trus, lama gak ada instant message lagi. Trus, ada semacam window gitu, minta dibuka. Ya udah, aku buka. Eh, keliatan penampakan lemari kaca dengan helm di atasnya…

Uliana Dewi: helm doang?
Uliana Dewi: apa bagusnya? (lama gak ada balesan…)

Uliana Dewi: hallo????

Uliana Dewi: ada orang gak di situ????

Uliana Dewi: ato udah metong neh???

Uliana Dewi: gw mw off neh... bentar lagi kuliah....


Lalu, tiba-tiba muncul dua raut wajah

Uliana Dewi: haiya.... penampakan...!!!
Uliana Dewi: ampun om...

cah_iq: dah of za?


Mahmut Kundori has signed back in. (5/4/2009 3:56 PM)


Mahmut Kundori: ox malah

Mahmut Kundori: ondel 2,,,

Mahmut Kundori: yang di tunjukin????

Uliana Dewi: maksudx?

Mahmut Kundori: pick kmu!!!!!
Uliana Dewi: keliatan tha?hehehe...g da pick yg bgs sie..adax itu ajah...kpn2 deh q krm yg bgs...

Uliana Dewi: btw, px FC g? (tetep, salah ketik)
Mahmut Kundori: artinya ap tu??/

Uliana Dewi: facebook...eh, aq off dl yah... klo px Facebook, add aq. almtq cardcaptor_buster@yahoo.co.id


Mau tau foto yg aku pajang buat dia? Gini nih….



maap bgt ya cah...bukan maksud hati pengen ngegodain, tapi gairah jahilq emang lagi kumat minggu ini. dosen2 q pada bikin aku sakit jiwa....jadi, tolong telponin ambulans buat ngangkut aku ke RSJ terdekat.... :p

Sabtu, 02 Mei 2009

POMDA dan Tragedi di Dalamnya

Kemaren lusa ada pembukaan POMDA Bali serangkaian Dies Natalis III Undiksha. Biasalah, kalo gitu2, anak2 KSR diminta bantuannya buat jaga. Sapa tau ada yang sakit ato kenapa2. Hallo? Atlet pingsan karena upacara doing? Jangan bikin ketawa dong. Tapi, ternyata emang bener ada! Satu cowok, entah dari universitas mana, yang satu lagi cewek, anak Undiksha sendiri…

Besoknya, alias kemaren, semua cabang dengan serentak dipertandingkan. Ada tennis meja, tennis lapangan, Tae kwon do, karate, renang, panjat teibng, pencak silat, atletik, dan sepak takraw. Aku kebagian jaga di tae kwon do. Lucu banget liat atlet2nya. Bikin ketawa sendiri. Habis, kayak lagi di restoran ato di dapur gitu. Masak, tiap mau mulai, referee-nya bilang: “Cumi!” lalu, “cumi2” yang lagi hadap2an, siap saling ganyang, tiba2 teriak2 sambil loncat2: “Haiyaa…!!” ato “Yiha…!!”, macem2 deh! Trus, pas pertandingan, ada atlet yang tiap nendang yel2nya “Jahe! Jahe!”. Aku berpikir:”Oh, itu namanya Jurus Wedang Jahe…” sambil manggut2 serius. Lalu, di tengah pertandingan yang kian memanas, ada supporter yang teriak2 nyemangatin jagoannya dengan: “Masak aja! Masak aja! Terus gitu…yak, bagus!!” karena mereka adalah dua cumi yang sedang diseleksi alam, siapa yang harus menang dan kalah. Yang kalah akan dimasak (manggut2 lagi)…

Selain jurus dan teriakan ala koki, serta beberapa atlet cidera cukup parah (rusuk retak, pala benjol, lutut lepas, “telor” pecah ditendangin habis2an & pala puyeng kena sepak), tae kwon do ayem2 aja. Karena terlalu banyak atlet yang ikut, jadi ada banyak partai (bukan partai buat pemilu loh), sampai 20-an. Ngantuk banget, dah! Karena tidak setiap partai ada korban cidera. Tersiksa lahir-batin deh pokoknya. Tapi setidaknya itu terbayar oleh nasi kotak dari Manalagi dengan menu nasi + ayam + lalapan + sambel colek + jeruk + aqua. Mengingat kami semua cuapek dan lapar banget (gak dari pagi sampe jam 1 siang, sementara panitia lain makan tepat waktu), menu itu jadi berasa nikmaaaaaatttt…… banget…..

Habis makan, aku ke Tamkot (Taman Kota), soalnya panjat tebing masih belum selesai. Tapi, di sana lebih garing lagi. Boring banget, dah! Paling sering atletnya keseleo doing, itupun mereka rada lebay karena petugas kesehatan (kami) yang kece2 ini.

Satu kasus khusus yang sayangnya terjadi sebelum aku dateng, ada cewek yang udah manjat cukup tinggi. Nah, dalam lomba ini, pemanjat gak pake tali pengaman yang menjuntai dari puncak landasan. Cuma ada tali pengaman pendek yang dipasang di beberapa tempat yang akan dipasang di pinggang pemanjat, dan akan dilepas begitu dia bias meraih tali pengaman lain di tempat yang lebih tinggi. Tragedi terjadi ketika nih cewek gagal meraih tali pengaman yang lebih tinggi. Dia tergelincir karena tangannya licin. Masalahnya, salah satu kakinya terlilit tali pengaman yang udah dia pake. Ya udah, dia bergelantungan pada kaki dengan posisi kepala di bawah. Dan karena kakinya kelilit, ya gak bias ngapa2in dah. Bebrapa anak mapala Undiksha terpaksa naik buat nyelametin nih cewek. Haha…

Cerita lucu yang lain juga ada. Tapi, ini datengnya dari temen yang habis jaga di karate. Ceritanya ada cowok yang pipinya berdarah-darah habis kena bogem lawan. Kontan aja dia panik. Anehnya, atlet yang satu ini malah cengar-cengir aja, meski tau pipinya berdarah.

Temenku: aduh! Ini pipinya berdarah!!
Atlet yang cengar-cengir itu (kita singkat dengan aycci): gak pa-pa kok, mbak!! (masih cengar-cengir..
Temenku: tapi, ini kudu kibersihin dulu darahnya… (semakin panik karena darah yang keluar makin banyak)
aycci: bener kok, gak pa-pa…ini cuma jerawat saya yang pecah kok…
temenku: GUBRAK!!!

Dan ternyata, setelah darahnya dibersihkan dari pipi, emang bener, itu adalah jerawat yang pecah….

Cuma, yang aku gak habis pikir, di antara semua universitas yang ikut POMDA, Undiksha meraih 34 emas, dan sekian perak, dan sekian perunggu (gak sempet ngitung). Pokoknya, paling banyak dapet medali lah. Tapi, malah cuma jadi juara umum 3 di POMDA ini. Kasihan banget sih… univ. laen yang dapet medali emas cuma seiprit yang jadi juara umum 1-nya, sementara juara umum 2-nya UNUD Denpasar… yah, gak pa-pa lah.. yang penting hepi…

yang namanya ngekos itu gini, toh?

Rabu malem bikin tugas prosa fiksi di kos kakak tingkat sampe mampus! Tapi, seru banget! Di situ suasananya “kos bagnet”. Aku liat sendiri serunya ngekos yang gak aku rasain di kosku. Di situ (kos kakak tingkatku), aku baru ngerasain, bahwa kos itu belum “kos” kalau kamu gak ngentri kamar mandi ampe ketiduran. Baru ngekos namanya kalau gak ngejailin tetangga kamar yang lagi tidur degnan ngelemparin kucim bunting ke tempat tidurnya. Gak negkos namanya kalau gak kumpul-kumpul pas malem sambil nyanyi2 n maen gitar bologn, atau curhat (tapi lebih tepat dibilang ngomel) tentang dosen dan perkuliahan yang makin lama makin absurd. Gak ngekos namanya kalo gak lari-lari dengan tampang kenes sepanjang gang manggilin abang2 tukang bubur kacang ijo yang entah kenapa budek mendadak, padahal sudah dipanggil dengan suara stereo. Gak ngekos namanya kalau belum liat temen setengah bugil keluar kamar mandi lalu ngumpet malu-malu di balik handuk karena gee r ngerasa diliatin penuh napsu, padahal jelas banget nih anak gak pernah tau malu… :p

Kenapa aku bilang aku baru tahu serunya ngekos? Tentu saja karena jemuranku diterbangin angina (lho?). Becanda. Ya tentu saja karena penghuni di kosku gak seru semua, kecuali tiga cowok gendeng yang ngaku2nya sih udah kerja demi masa depan. Ketiga tersangka yang memeriahkan kos itu adalah Mas Kansas dengan musik ajip + doyan cha-dut tempo 4/4 (lihat postingan sebelumnya), Kak Ari yang sering gedor2 tiap pintu kamar dengan muka melas pengen minjem charger hape juga sering mbikin lantai dua banjir tiap dia nyuci, dan Mas Anom yang demen banget maen PS2 ampe lewat tengah malem bareng Mas Kansas dan Kak Ari (suaranya stereo semua!! Ya PS-nya, ya orangnya, semua rame!!).

Trus, kalo tuh tiga cecunguk udah capcus ke tempat kerja atau pas malem tiba2 mereka hilang entah ke mana (ngakunya sih lembur) atau tiba-tiba jadi abnormal ngunci diri di kamar n semedi, kos pun sepi. Sukur2 ada yang nyetel lagu, itupun lagu gak beres jaman sekarang yang liriknya itu2 aja dari awal ampe akhir. Kadang aku nanya2 sendiri, ini kos atau kuburan, yak?

Padahal, di awal2 kuliah dulu, aku selalu ngabayangin serunya ngekos seperti yang ada di kos temenku tadi. Ngeliat segala jenis manusia tumplek-blek, membawa karakter dan latar belakang masing-masing ke satu tempat yang sama, berusaha membuat dirinya diterima orang lain, dan berusaha menerima orang lain dalam hidupnya. Tapi, yag aku dapat adalah orang2 individualistis yang gak punya keinginan buat ngumpul dan menyambungkan hati dan pikirannya dengan orang lain (tsaaahhh…bahasanya..). Kuliah, pulang, masuk kamar, trus… (aku gak tau apa yang mereka lakukan karena kamar mereka selalu terkunci). Yah, kasarnya mereka mahasiswa tipe kupu-kupu. Kuliah-pulang. Kuliah-pulang. Aku? Jangan Tanya. Sekali keluar kos, gak pulang2 kecuali kakakku panik ngirim SMS nanyain keberadaanku (takut aku diculik kali, yah?)…. :p

Yah, apa boleh baut (buat). Inilah nasibku kos di sini. Pengennya sih, kalau kakakku udah wisuda, aku pindah kos ke tempat yang lebih sederhana dengan kamar mandi bersama. Rasanya lebih “hommy” aja. Brasa di “rumah”… ^_^