Rabu, 11 November 2009

Curhat

Bulan Oktober kemarin adalah bulan yang sibuk, kalo “sangat sibuk” terasa terlalu lebay. Ada banyak beban, yang rasanya gak bisa ditanggung, tapi tidak ada tempat untuk berbagi. Capek, lelah, marah, frustasi, kesal, numpuk jadi satu, sampe bikin uring-uringan tiap hari. Depresi tiap detik mengancam keabnormalanku hingga nyaris menjadi “normal”. Di detik-detik genting yang menentukan, tiba-tiba ingin berbalik, menjadi seperti orang lain yang tak punya beban, tapi tak punya ilmu. Tiba-tiba ingin kabur dari semua tanggung jawab, bersikap seolah semua kesalahan bukan urusanku. Tiba-tiba ingin melepas semua itu di luar kendaliku, merasa aku akan bebas dan bisa hidup tenang setelah melakukannya.

Nyatanya, aku berusaha mati-matian bertahan. Benar-benar mati-matian, karena depresi yang memuncak ini membuatku nyaris ingin bunuh diri. Ini pertama kalinya niatku ingin mati muncul lagi setelah depresi yang kualami terakhir kali pada masa SMA dulu yang kelam.

Banyak yang mendukungku, tapi tak benar-benar membantu. Hanya bicara, bicara, dan bicara. Hanya bisa bicara harus ini-itu, tapi tak punya bukti konkret seperti apa sih yang harus kulakukan itu. Aku harus begini, begitu, tapi begitu kutanya: “Contohnya seperti apa sih?”, jawaban yang kudapat hanya: “Yah, kembangkan dengan kreasimu sendiri?”

Hello?????

Aku tahu, dia tak pernah melakukan yang kulakukan itu. Itu membuatku sangsi pada kemampuannya. Kutahu dia hebat, tapi sekarang di mataku ia tak sehebat dulu lagi. Aku melihat cacat yang menganga besar. Bukannya aku ingin dia tampak sempurna, tapi kalau mau nuntut ini-itu, bahasa kasarnya, ngaca dulu, dong…

Dan bulan ini pun sibuk. Sibuk menyibukkanku pada ambisi dan harapan… Menyibukkanku dalam tanya: “Apa aku mampu? Apa aku akan bisa?”

1 komentar: